Sabtu, 21 Februari 2015

No Kitty

Tentu banyak orang menyukai kucing. Mamalia satu ini memang sangat menggemaskan, lucu dan asik diajak bermain. Saya termasuk yang
menyukainya, tapi hanya pada tingkat sewajarnya. Sekedar menganggapnya sebagai sesama makhluk ciptaan Allah swt. yang harus disayangi dan dilindungi.

Alkisah di sebuah kelas berisi 3 siswa laki-laki, di sanalah saya menjadi fasilitator mereka. Athaya, Zedi dan Pras. Entah bagaimana atau kapan hal ini bermula. Tiba-tiba sekolah kami kedatangan seekor kucing betina berwarna kuning-putih. Zedi memberinya nama 'kitty' dan sampailah kabar ini ke seluruh kelas, sesaat kitty pun menjadi idola mayoritas siswa yang memang penyayang kucing.

Tak disangka ketiga siswa ajaib saya termasuk pecinta kucing, kelas berat. Kitty memilih kelas kami sebagai basecamp. Bagaimana mungkin kitty menolak kebaikan dari Athaya, Zedi dan Pras. Zedi yang selalu menyisihkan bekal snacknya untuk kitty, Pras yang dengan senang hati memanjakan kitty dengan usapan dan cubitan gemas berlebihan juga profesor Athaya yang berbagi pengetahuan ke-kucing-an berdasarkan perilaku kitty sehari-hari. Tentu kitty amat sangat nyaman berada di kelas kami karena ia merasa dimengerti, dihargai dan disayangi.

Tapi lama kelamaan, keberadaan kitty cukup menyita perhatian bahkan mengganggu proses belajar sampai akhirnya saya membuat peraturan "no kitty" saat jam belajar. Peraturan tersebut membantu saya merealisasikan rencana belajar harian. Awalnya hanya Athaya yang mematuhi peraturan "no kitty" dengan baik, Zedi masih sering kelupaan dan harus diingatkan. Pras, walaupun mengetahui dan memahami konsekuensi pelanggaran terhadap peraturan "no kitty", ia tetap bermain bersama kitty secara diam-diam. Sebenarnya ada analisis menarik tentang respon siswa terhadap  peraturan "no kitty", tapi akan jadikan bahan untuk tulisan lain.

Sampai suatu ketika kitty telah 2 kali melahirkan di sekolah, di tampat yang sama. Ternyata anak-anaknya pun menggemaskan, menurut saya yang menyukai kucing pada level 'biasa', pasti mereka akan lebih exited.

Saat itu saya menyadari dan memahami bahwa kecintaan anak-anak pada kucing, kitty, adalah sebuah fitrah. Bahkan saat mereka sedang berinteraksi dengan kitty sebenarnya mereka sedang belajar, belajar cara mencintai, belajar cara melindungi, memahami serta memberi-berbagi.

Peraturan "no kitty" saat jam belajar yang saya buat beberapa waktu lalu justru menghalangi mereka dari proses belajar. Proses belajar yang dikenal dengan istilah inquiry based learning, istilah yang sering saya dengar 2 tahun lalu saat berkecimpung di bidang pendidikan dan memulai sekolah alam ini.

Dengan peraturan "no kitty" berarti saya telah melanggar hak dasar mereka, hak belajar. Saya pun meninjau ulang peraturan yang telah saya buat dan secara diam-diam saya mencabut peraturan tersebut, bahkan saya coba mengarahkan mereka untuk mengamati beberapa perilaku kitty dan mendiskusikannya.

Saya memang #gurubaru, tapi saat ini mengajar menjadi hal yang menyenangkan, tidak sulit, tidak mudah juga. Bismilah. Salam manfaat.        

1 komentar: