Rabu, 08 Mei 2013

Mendikbud Diimbau Publikasikan Hasil Investigasi UN 2013


Ombudsman menemukan sejumlah permasalahan yang terjadi dalam penyelenggaraan Ujian Nasional (UN) 2013 tingkat SMA. Menurut anggota Ombudsman bidang Penyelesaian Laporan, Budi Santoso, penelusuran itu dilakukan di tujuh provinsi yaitu Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Jabodetabek, Riau, Nusa Tenggara Barat dan Jawa Timur.
Dari seluruh laporan yang masuk, paling banyak diadukan adalah Jawa Barat 37,66 persen, Nusa Tenggara Timur 20,13 persen, Sulawesi Tengah 15,58 persen dan Jabodetabek 10,39 persen. Sedangkan sekolah tempat terjadinya permasalahan itu jumlahnya sekitar 150-an.
Budi mengatakan, penelusuran itu dilakukan Ombudsman pusat dan perwakilan di daerah. Hasilnya, ditemukan sejumlah masalah dalam penyelenggaraan UN 2013 seperti keterlambatan pendistribusian naskah, kekurangan soal, pungutan, kualitas kertas rendah, bocoran kunci jawaban, soal tertukar, segel kardus naskah soal rusak dan lainnya. Tentang keterlambatan soal, Budi mengatakan hal itu terkait dengan penyelesaian pembuatan naskah soal dan jawaban yang diproduksi enam perusahaan percetakan pemenang tender. Salah satunya, PT Ghalia, bertugas mencetak dan mendistribusikan soal ke 11 provinsi.
Budi menilai perusahaan itu dilimpahi wewenang terbesar untuk mendistribusikan soal dan jawaban ujian ke berbagai wilayah. Bahkan Budi mencatat perusahaan itu untuk mengejar target pendistribusian, harus menambah ratusan pekerja. Walau begitu, tetap saja target itu tak tercapai dan pendistribusian telat sehingga penyelenggaraan UN  tertunda. Namun, Budi mengaku belum dapat memastikan apakah tertundanya UN itu karena ketidaksanggupan PT Gahalia saja untuk mengejar target atau ada masalah lain.
Untuk membongkar persoalan itu, Budi berpendapat harus ditelusuri dengan jelas bagaimana proses yang terjadi sebelum pencetakan naskah soal dan jawaban UN dimulai. Misalnya, apakah naskah yang disampaikan pemerintah kepada percetakan tepat waktu atau memang perusahaan percetakan itu tak sanggup mencapai target. Dari tujuh provinsi yang ditelusuri, keterlambatan soal paling banyak terjadi di Nusa Tenggara Timur, 67,70 persen, Sulawesi Tengah 54,20 persen dan Nusa Tenggara Barat 50 persen.
Sedangkan, keterlambatan soal menjadi kasus yang paling banyak ditemukan Ombudsman terkait permasalahan UN 2013, sebesar 25,97 persen. “Yang paling tinggi persoalan terkait keterlambatan pendistribusian soal dan lembar jawaban,” kata Budi dalam jumpa pers di kantor Ombudsman Jakarta, Selasa (7/5).
Terkait kekurangan soal dan jawaban, berdasarkan temuan Ombudsman Budi mengatakan jumlahnya sebanyak 18,18 persen. Diantara tujuh provinsi yang diinvestigasi, masalah itu paling banyak terjadi di Riau 45,50 persen, Nusa Tenggara Barat 37,50 persen dan Sulawesi Tengah 33,30 persen. Untuk lembar jawaban yang tidak sesuai dengan soal atau tertukar, mengacu data Ombudsman, Budi mengatakan jumlahnya 6,49 persen. Daerah tertinggi yang mengalami masalah itu Jawa Timur 33,30 persen, Riau 27,30 persen dan Jabodetabek 12,50 persen.
Selain itu, Ombudsman menerima adanya laporan pungutan yang diminta pihak sekolah pada siswa yang ikut UN. Menurut Budi, pungutan itu mestinya tak dilakukan karena mengacu peraturan yang ada, penyelenggaraan UN ditanggung pemerintah. Namun, salah satu pengaduan di Jawa Barat, ditemukan para siswa dipunguti iuran sebesar Rp15 ribu/orang. Kasus itu paling banyak terjadi di Jawa Barat 43,10 persen dan Jabodetabek 18,80 persen.
Kemudian, terkait kertas soal dan jawaban, Budi mengatakan kualitasnya sangat rendah sehingga gampang sobek. Dari penelusuran yang dilakukan, Budi mengatakan berat lembar jawaban sekitar 50 gram. Sehingga, ketika siswa mengisi lembar jawaban dengan cara menebalkan menggunakan pensil atau pun menghapus, lembar jawaban itu mudah terkoyak. Ujungnya, siswa menjadi khawatir dalam mengerjakan UN dan stres ketika sobek karena cemas lembar jawabannya tak terbaca alat pemindai. “Siswa khawatir kalau lembar jawabannya tidak terbaca alat pemindai, nilai UN-nya jadi jelek,” ucapnya.
Mengenai bocoran kunci jawaban, Budi mengatakan pada awalnya Ombudsman menerima laporan dari masyarakat bahwa ada bocoran yang beredar di Mojokerto, Jawa Timur. Setelah perwakilan Ombudsman di Jawa Timur menyambangi lokasi, Ombudsman menemukan contoh bocoran yang beredar. Setelah melakukan klarifikasi kepada pihak terkait, salah satunya siswa, diketahui untuk membeli empat paket harganya Rp15 juta. Untuk membelinya, siswa patungan dan tiap orang dikenakan Rp15 ribu.
Walau pemerintah sudah berupaya meminimalisir contek-menyontek dan bocoran soal dengan cara memperbanyak varian soal menjadi 20, menurut Budi tetap saja ada pihak tertentu yang mencari celah. Misalnya, siswa diberi panduan untuk menjawab varian soal yang diterimanya agar sesuai dengan bocoran. Di Surabaya, Budi melihat Mapolresta Surabaya sudah menindaklanjuti kasus tersebut.
Tapi untuk Mojokerto hal itu belum bisa dilakukan karena siswa yang bersedia menjadi saksi, baru mau membeberkan pengalaman membeli bocoran kepada pihak terkait setelah nilai UN keluar. Pasalnya, siswa tersebut khawatir tidak lulus ketika memberi kesaksian. Merujuk temuan Ombudsman, Budi mengatakan dari tujuh provinsi yang diinvestigasi, masalah penyelenggaraan UN terkait bocoran kunci jawaban mencapai 9,74 persen. Kasus itu paling banyak terjadi di Jawa Timur 50 persen, Nusa Tenggara Timur 22,60 persen dan Jabodetabek 18,80 persen.
Mengingat InspektoratJenderal Kemendikbud sudah melakukan investigasi terkait persoalan penyelenggaraan UN 2013, Budi mengimbau agar Mendikbud segera mempublikasikan hasilnya. Pasalnya, banyak pertanyaan dari masyarakat kenapa pelaksanaan UN tahun ini bermasalah sehingga pelaksanaannya sempat ditunda. Budi mensinyalir Mendikbud tak kunjung menyiarkan hasil investigasi itu karena belum melaporkannya kepada Presiden SBY.
Namun, bagi Budi walau Presiden SBY yang memberi perintah investigasi itu, tapi masyarakat berhak mengetahui hasilnya dengan segera. Jika hasil itu terlalu lama dipendam, Budi mensinyalir masyarakat akan curiga karena terkesan ada yang ditutup-tutupi dari kekisruhan penyelenggaraan UN 2013. “Kenapa seolah disembunyikan (hasil investigasi itu,-red),” tegasnya.
Selaras dengan itu Budi menyebut dalam waktu dekat akan melayangkan surat untuk mengundang Mendikbud hadir ke Ombudsman dalam rangka memberi penjelasan terkait penundaan UN dan segala permasalahannya.
sumber: hukumonline

Tidak ada komentar:

Posting Komentar